Kasus penganiayaan suwarni, warga sukapura oleh WNA pemilik hotel,Suhadak:Tidak perlu hingga ke dewan.

Kasus penganiayaan suwarni, warga sukapura oleh WNA pemilik hotel,Suhadak:Tidak perlu hingga ke dewan
PROBOLINGGO – Busercyber.com,
Hampir satu tahun,sejak 9 maret 2025 lalu, Suwarni wanita 42 tahun asal Dusun Sapikerep, Kecamatan Sukapura, yang dianiaya mantan bosnya yang dikenal dengan nama mr. C,warga kewarganegaraan asing lantaran dituduh mencuri itu, masih mencari keadilan.
hingga Rabu (22/10) Suwarni mendatangi kantor DPRD Kabupaten Probolinggo, untuk meminta perhatian dan uluran tangan para wakil rakyat guna bisa membantunya mendapatkan keadilan.
Namun, hingga kini, kasusnya seolah jalan di tempat. “Sampai sekarang saya masih sakit, kepala sering pusing, perut juga masih nyeri,” ungkap Suwarni yang membikin hati pendengarnya trenyuh berapa keadilan bagi wong cilik di negeri ini serasa berasa di atas awan.
Kejadian tragis itu, katanya, terjadi di rumahnya sendiri. Ia dipukul dan ditendang oleh pelaku yang menuduhnya mencuri.
“Yang melakukan satu orang, mantan bos saya. Dituduh mencuri padahal saya tidak melakukan apa-apa,” terangnya diruang dewan.
Suwarni sudah melapor polisi. Tapi sampai sekarang belum ada kejelasan. Sudah delapan bulan, belum juga ada tersangka.
Suwarni berharap para wakil rakyat bisa membantunya memperjuangkan keadilan yang selama ini terasa begitu jauh.
Kesaksian memilukan juga datang dari Srimukti, 49, tetangga korban yang menjadi saksi langsung peristiwa tersebut. Ia masih ingat jelas pagi itu hari Minggu sekitar pukul 07.30 melihat Suwarni berdarah sambil memegang perutnya karena sakit usai di aniaya mr. C, mantan bosnya.
Lambanya kasus penganiayaan yang di alami Suwarni, warga sapikerep kecamatan sukapura kabupaten Probolinggo oleh WNA, pemilik hotel di sukapura tersebut memantik reaksi dari ketua umum Garda Nusantara, Suhadak, SH.
Menurut Suhadak Pasal 471 ayat (1)Selain penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 467 dan Pasal 470, penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan profesi jabatan atau mata pencaharian, dipidana karena penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta.
Pria yang juga berprofesi sebagai pengacara atau advikat ini berharap dan meminta aparat penegak hukum profesional serta tidak boleh main-main.
Sebab masyarakat saat ini sudah cerdas dan mudah mengetahui ketika ada upaya dari kepolisian untuk menyembunyikan, membelokkan, dan mengaburkan perkara.
“Masyarakat itu gampang tahu sekarang. Oleh sebab itu harus betul-betul profesional agar masalah ini menjadi tuntas secara hukum bagi pelaku dan keadilan bagi korban,” kalau pendamping korban serta aparat bertindak tegas dan profesional, saya kira tidak perlu kasus ini berlarut larut menjadi polemik dimasyarakat serta pembahasan di media ataupun tersebar di media sosial hingga butuh bantuan dewan perwakilan rakyat (DPR). ungkapnya. (Tim)


Social Footer