Aktivitas Sedot Pasir Wilayah Kunjang Diduga Memakai BBM Bersubsidi Dan Tanpa Mengantongi Izin Resmi Serta Lepas Dari Pantauan APH Wilayah Setempat.

Kediri, Busercyber.com
Aktivitas tambang ilegal merupakan penambangan atau penggalian sumber daya alam, mineral bahkan batubara yang dilakukan tanpa izin resmi dari pemerintah, tidak menggunakan prinsip-prinsip pertambangan yang baik dan benar (Good Mining Practice), serta sering kali menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan, ekonomi, dan sosial. Kegiatan ini juga dikenal dengan istilah Pertambangan Tanpa Izin (PETI) atau illegal mining.
Hal seperti banyak terjadi di Indonesia dan kali ini dijumpai di Jawa Timur tepatnya di Desa Bugasurpedaleman Kecamatan Gudo Kabupaten Jombang. Dan berbatasan dengan Desa Juwet Kecamatan Kunjang Kabupaten Kediri yang merupakan akses utama keluar masuk bagi dumptruk pengangkut pasir menuju benndungan terdapat sedot pasir.
Dimana pada tanggal 09 Desember 2025 awak media mengendus aktivitas mencurigakan karena banyaknya armada truk mengarah jalan persawahan menuju sebuah bendungan yang merupakan wilayah BPWS. Maka awak media mengikuti truk tersebut. Dan benar saja disana terdapat aktivitas sedot pasir yang diduga tanpa izin resmi tertulis.
Sebagaimana diketahui ekosistem bendungan adalah sistem alam yang terbentuk akibat pembangunan bendungan yang menahan air sungai, membentuk danau buatan. Sistem ini meliputi komponen biotik (makhluk hidup) dan abiotik (faktor non-hidup) yang saling berinteraksi. Sedangkan fungsi utama bendungan adalah menyimpan air untuk irigasi, konsumsi manusia, dan listrik tenaga air. Juga menyediakan habitat bagi berbagai jenis makhluk hidup.
Sedot pasir di bendungan dapat memiliki dampak positif dan juga negatif terhadap ekosistem, tergantung pada cara dan skala pelaksanaannya.
Dampak Positifnya dapat mencegah pendangkalan yang cepat, sehingga mempertahankan kapasitas penyimpanan air dan fungsi bendungan (irigasi, listrik). Meningkatkan kejernihan air, memungkinkan cahaya menyebar lebih dalam dan mendukung pertumbuhan ganggang yang berguna untuk rantai makanan. Serta dapat membersihkan endapan yang mengandung limbah, meningkatkan kualitas air.
Namun dampak negatif yang menakutkan adalah merusak habitat dasar bendungan yang digunakan oleh ikan untuk bertelur dan mencari makan. Mengganggu siklus nutrisi karena endapan pasir sering mengandung bahan organik yang penting bagi mikroorganisme. Bisa menyebabkan erosi di dasar dan tepi waduk, merusak struktur bendungan dan lingkungan sekitar. Membawa polusi jika peralatan tidak terawat atau operasi tidak sesuai peraturan.
Untuk itu setiap aktivitas yang berhubungan dengan penambangan penting untuk dilakukan dengan izin resmi, skala yang terkendali, dan dibimbing oleh ahli lingkungan untuk meminimalkan kerusakan. Adapun lokasi penambangan masih terhampar sawah yang subur disekitarnya, banyaknya truk yang berjajar dibibir bendungan menghambat transportasi pertanian tersebut. Jika aktivitas ini diteruskan akan membuat kerusakan dalam berbagai sektor tanpa ada solusi yang signifikan.
Adapun ciri-cirinya pengelola tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), atau izin lainnya yang sah dari pemerintah. Aktivitas yang ada tidak sesuai regulasi serta tidak mematuhi peraturan dan standar pertambangan yang baik, termasuk izin pemanfaatan kawasan hutan jika dilakukan di area tersebut. Sedangkan hal ini jelas menimbulkan kerusakan tanah, pencemaran air, dan hilangnya keanekaragaman hayati karena penggunaan bahan berbahaya.
Dampak lainnya yang tak kalah menghawatirkan adalah dampak sosial ekonomi karena merugikan negara karena kehilangan pendapatan pajak, serta dapat menimbulkan konflik dengan masyarakat, kondisi kerja yang buruk, dan bahkan melibatkan perbudakan modern.
Kegiatan penambangan pasir, termasuk menggunakan metode sedot, diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Pasal terkait penambangan pasir tanpa izin pelaku usaha penambangan pasir (yang termasuk galian golongan C) wajib memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). Jika dilakukan tanpa izin, pelaku dapat dijerat dengan sanksi pidana berdasarkan Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020. Serta pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Peraturan Lain yang relevan selain UU minerba, terdapat peraturan lain yang mungkin terkait, tergantung lokasi dan dampak penambangan. Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut juga mengatur pemanfaatan pasir laut, yang sempat menimbulkan kontroversi dan diuji materiil di Mahkamah Agung karena dianggap bertentangan dengan UU Kelautan. Penambangan di sungai juga terkait dengan peraturan mengenai sumber daya air dan lingkungan hidup, seperti UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, jika kegiatan tersebut menimbulkan kerusakan lingkungan.
Dilapangan diketahui bahwa ada beberapa mesin stapel yang digunakan, dimana solar diduga didapat dari membeli dari seorang pengepul solar bersubsidi. Solar tersebut setiap hari diangkut oleh motor R2 dengan wadah galon air Le mineral. Dugaan memperkaya diri sendiri tak luput dari pantauan awak media. Masalah perizinan belum sesuai prosedur ditambah lagi penggunaan solar bersubsidi yang tidak sesuai semakin memperkeruh Masalah. Aktivitas tambang pasir ilegal ini harus diberantas karena dapat merusak lingkungan hidup, terganggunya resapan air serta pencemaran udara, tanah longsor, dan penggundulan hutan yang buruk.
Sedangkan untuk penggunaan solar bersubsidi larangannya terdapat pada Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, Melarang SPBU menjual BBM premium dan solar menggunakan jerigen atau drum untuk dijual kembali. Untuk pembelian pertalite dengan jerigen, hanya diizinkan jika memiliki surat rekomendasi untuk kebutuhan tertentu seperti pertanian, perikanan, atau usaha mikro/kecil.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi: Pasal 53 dan 55 mengatur tentang larangan distribusi, pengangkutan, dan penjualan ulang BBM tanpa izin, termasuk menggunakan wadah yang tidak memenuhi standar keamanan seperti jerigen plastik. Pelanggaran dapat diancam pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp60 miliar.
Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual Eceran dan Pengguna Jenis BBM Tertentu: Mengatur bahwa SPBU tidak boleh melayani konsumen yang menggunakan jerigen plastik, mobil dengan tangki yang dimodifikasi, atau menjual BBM ke industri rumah tangga atau alat berat tanpa izin.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 8 Tahun 2012: Menetapkan standar wadah yang diizinkan, yaitu logam untuk BBM jenis bensin (seperti Pertalite, Pertamax) dan logam atau HDPE tipe 2 (dengan simbol HDPE 2) untuk BBM jenis disel (seperti Pertamax Dex, Dexlite). Jerigen plastik yang tidak memenuhi standar ini dilarang.
Larangan ini ditetapkan untuk memastikan keamanan, mengurangi risiko kebakaran, dan mencegah penyalahgunaan serta penjualan ulang BBM bersubsidi. Maka seluruh pihak baik ditingkat desa dan seluruh APH diharapkan bergandeng tangan menyelematkan lingkungan demi berlangsungnya kehidupan dimasa yang akan datang. Dibutuhkan ketegasan untuk menertibkan kembali prosedur perizinan agar tatanan serta pola pikir masyarakat bisa dijaga dan terselamatkan.
Hingga berita ini di tayangkan Awak media akan terus melakukan konfirmasi ke pihak-pihak terkait guna penyajian pemberitaan yang berimbang. Apabila Tidak ada Kelanjutannya maka Kami tim awakmedia akan melanjutkan Laporan Resmi ke Polda Jatim ke Diskrimsus selaku APH tertinggi di Jawa Timur
Tim redaksi


Social Footer